Haloo semua ! Sebelum lanjut nih, ternyata daerah jawa
merupakan daerah yang banyak orang tidak bisa berbahasa indonesia dibandingkan
dengan daerah indonesia. Hal ini disebabkan karena di daerah jawa dengan
cakupan daerah yang luas menggunakan bahasa daerah yg sama, sedangkan di
Indonesia bagian timur dengan jarak tidak terlalu jauh sudah menggunakan bahasa
yang berbeda, jadilah bahasa indonesia menjadi bahasa pemersatu, penghubung di
antar warga disana. Lah itulah yang saya alami selama berada di semarang, para
penjual makanan biasanya menawarkan pilihan makanannya pake bahasa jawa. Waktu
itu saya makan namanya nasi gandul, penampakannya ada nasi terus dikasi kuah
yang banyak, kuahnya kaya gulai, tapi lebih encer. lalu penjualnya nanya pake
bahasa jawa, saya bingung, mmm saya pikir mungkin dia nanya semacam isi buat
nasinya. Yaa saya bilang semua aja bu. Daan akhirnya saya makan nasi gandulnya
ada daging, ayam, ati, ampela, haha banyak bgt !
Selama diperjalanan di bus, sambil mengisi waktu, saya browsing
tempat-tempat wisata di kota semarang. Ada banyak, trus saya pilih yang paling
banyak diomongin orang dan yang unik. Jadilah pilihannya ke : Lawang Sewu,
Masjid Agung Jawa Tengah, Museum Rekor Indonesia, Makan Lunpia Semarang.
Hari pertama rencana awalnya mau ke MURI, kira-kira 4 kilo
dari daerah undip, itu menurut googlemaps, robby nya juga belum pernah. Tapi
pas udah jalan, googlemaps udah nunjukin kalo tempatnya di tempat kami berdiri
itu. Liat kiri kanan, ada pabrik, ada gedung tua nan sepi yang gerbangnya
disatuin ama pabrik. Didepannya ada tukang ojek, nanya, orangnya ga tau,
tiba-tiba pas mau cabut ada yg nyahut dari mereka, maksudnya museum jamu jago
mas ? Yang itu mas, dia nunjukin gedung sepi tadi, temannya nimpalin, iya itu
juga museum MURI. Kami masuk ke dalam pagar, ga ada tanda2 aktifitas, satpamnya
juga ga ada pos nya. Setelah beberapa menit bengong, ada satpam yang datang.
Ooo ternyata museumnya ga buka di hari libur. Ok besok deh MURI.
Hari pertama dialihkan ke Lawang Sewu. Informasi awal:
Tempat ini dulunya pernah digunakan oleh belanda memenjarakan bangsa indonesia.
Banyak yang meninggal disini, menjadikan gedung ini terkenal dengan cerita
mistis nya. Katanya acara program uji nyali di tv juga beberapa kali di sini.
Setibanya di lawang sewu, parkir di pinggir kali, ada hal baru bagi saya, uang
parkirnya ditagih diawal, dan di jogja ternyata sama, dan anehnya pas pulang ke
payakumbuh tiba-tiba uang parkirnya juga diminta diawal, padahal biasanya
enggak. Lanjut, masuk ke kompleks lawang sewu bayar sepuluh ribu. Kalau mau
pakai pemandu bisa juga, bayar lagi, tapi berhubung robby udah pernah kesana,
dan masih ingat apa aja yang disampaein pemandunya, jadilah robby pemandu
gratis hari ini. Memasuki gedung paling depan, sebuah lorong, khas bangunan
zaman belanda, tinggi. Di kanan kiri ada pintu, ada ruangan. Pencahayaannya
hanya dari matahari siang itu, jadilah lorong itu sedikit remang, mengeluarkan
aura mistis nya. Katanya banyak foto yang menangkap energi-energi tersebut.
Memasuki ruangan2, disana dipajang foto-foto jadul gedung ini, ada foto orang
belanda, pribumi, yaa tergambar lah apa yang terjadi saat itu di gedung ini.
Gedung ini ada beberapa lantai, paling atas itu kaya di
dalam loteng. Tapi jarak ke atasnya lumayan tinggi. Lanjut ke lantai paling
bawah, ada ruangan bawah tanahnya. Ruangan ini digenangi air, kalo mau masuk
harus sewa sepatu boot, sepuluh ribu lagi. Di dalam nya ada ruangan kecil, kaya
sel. Disana para tahanan meringkuk, setengah berdiri. Kebayang gimana
penderitaan saudara kita waktu itu.
Setelah muter semua gedungnya, duduk2 dulu, memperhatikan halaman luas gedung ini. Membayangkan 100 tahun yang lalu, para kompeni berlalu lalang, para pribumi jalan sambil nunduk. yaa semua tenggelam dalam sejarah. Baiklah, lawang sewu cukup lah. Sebelum cabut ada dawet, kebetulan. Ternyata dawet itu ga jauh beda dengan apa yang saya kenal dengan cindua. Yaah kecewa deh, sepuluh ribu untuk segelas cindua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar