http://www.nytimes.com/2014/10/19/business/economy/when-a-stock-market-theory-is-contagious.html?ref=business&_r=0
Sebulan terakhir harga saham di Amerika turun lebih dari 6 persen. Timbul rasa cemas bahwa ini bukan lagi sekedar fluktuasi harga jangka pendek, namun kondisi 'bear market', kondisi penurunan harga saham/sekuritas dalam jangka panjang. Memprediksi harga pasar jangka pendek jauh lebih tidak mudah daripada prediksi jangka panjang.Harga pasar saham 'dikendalikan' oleh isu yang beredar di masyarakat, yang terkadang belum tentu benar. Contoh saat ini adalah isu mengenai virus ebola. Perubahan ini karena investor akan bereaksi karena adanya kemungkinan resiko (berdasarkan isu itu) kemudian juga karena berubahnya pola konsumsi masyarakat karena isu itu. Hal ini tentu menjadi lingkaran setan, harga saham turun, pendapatan perusahaan turun, sehingga harga saham semakin turun, harga saham turun menyebabkan perusahaan sulit melakukan ekspansi pasar, sehingga pendapatan turun. Siklus ini bisa terjadi bertahun-tahun.
Dicurigai terjadi kondisi 'secular stagnation', kondisi dimana harga pasar turun walaupun pendapatan perkapita masyarakat naik/tinggi. Hal ini karena berkurangnya minat masyarakat dalam melakukan investasi jangka panjang seperti pendidikan dan infrastruktur. Hal ini akan berdampak pada perekonomian dan ujung-ujungnya juga akan berdampak pada pendapatan masyarakat juga. Pada negara pasar terbuka, maka masyarakat dengan pendapatan tinggi akan menginvestasikan harta nya ke luar negeri, yang menawarkan keuntungan lebih besar (pertumbuhan ekonomi lebih besar akan menjanjikan keuntungan investasi lebih besar)
Penurunan pertumbuhan ekonomi amerika sudah berlangsung lama, berbagai teori dipaparkan untuk menjelaskan hal ini, mulai dari 'underconsumption theory'nya keynes -dimana supply yang sudah melebihi demand terus bertambah karena kapasitas mesin/kapasitas minimal pabrik, kepentingan ekspor, atau terget pemerintah. Juga muncul teori hal ini disebabkan oleh rendahnya keuntungan yang dijanjikan oleh saham. Hingga teori yang menyatakan penyebabnya adalah perlambatan pertumbuhan populasi. Teori ini sangat jelas namun susah untuk diterapkan untuk menyelesaikan masalah di pasar.
Secular stagnation yang terjadi memang tidak sedramatis krisis hutang (yang melanda eropa. Namun 'lingkaran setan' tadi bisa tidak berhenti. Menarik bahwa virus ebola yang sedang marak, ternyata efek psikologis yang disebabkan lebih besar dari efek virus nya itu sendiri.
Artikel dari portal nytimes.com ini menarik, karena seperti memperlihatkan kepada kita bahwa bagaimana ujung dari sistem pasar yang sudah matang, seperti mereka tidak tahu lagi mau berkembang kemana, pendapatan masyarakat sudah tinggi, namun pertumbuhan ekonomi turun, dana bocor ke luar negeri. Kecemasan-kecemasan masyarakat -yang tidak bisa dikendalikan- sangat mempengaruhi pasar, sehingga perekonomian melambat, artinya hal-hal yang sebenarnya tidak terjadi, ketika masyarakat tertipu dan menjadi cemas, maka hal itu menjadi terjadi. Pada artikel diatas dibahas mengenai efek psikologis dari virus ebola, ketika virus itu belum terlalu mengganggu perekonomian, namun investor dan masyarakat sudah cemas, maka perekonomian menjadi benar-benar terganggu dengan kecemasan itu.
Pada pasar saham, harusnya adalah fasilitas untuk transaksi kepemilikan perusahaan. Namun saat ini pasar saham menjadi jual beli 'masa depan'. Banyak saham saham perusahaan yang stabil -seperti unilever- harganya berkali-kali lipat dari nilai perusahaan itu sendiri, nilai 'janji masa depan' membuat harga saham menjadi membumbung, juga sebaliknya, harga perusahaan bisa tiba-tiba tidak bernilai.erl
Sistem investasi yang diterapkan di Indonesia, dan sebagian besar dunia, mengacu pada sistem ini, pasar bebas. Namun di Indonesia tidak 'sebebas' itu, contohnya adanya batasan kenaikan harga saham dalam satu hari -25%-. Hal ini menunjukkan bahwa kita hanya memperbaiki hal hal yang sudah menimbulkan masalah, dan hanya memperbaiki hanya pada bagian yang bermasalah, tidak berusaha memperbaiki dari dasarnya. Ibarat ketika ada air yang menetes di langit-langit rumah, kita hanya meletakkan ember, lupa bahwa permasalahan utamanya adalah atap yang bocor. Hal ini mengingatkan bahwa kita perlu meninjau kembali sistem pasar yang seharusnya kita pakai.
Saat ini perkembangan ilmu ekonomi islam sangat pesat, UI dua tahun yang lalu telah membuka prodi ilmu ekonomi islam dan bisnis islam. Begitu juga dengan pasar di internasional, banyak negara yang menerapkan beberapa bagian dari ekonomi islam -seperti bagian bagi hasil pada pinjaman-. Tentu ada harapan dengan sistem 'baru ini'. Jika memang sistem ini nantinya dapat dipercaya oleh masyarakat -seiring dengan semakin populer keilmuannya-, maka penerapan sistem ini tidak harus secara menyeluruh langsung bertukar, tentu akan membuat ketidakstabilan pasar, namun bisa dilakukan secara bertahap, dan pasar yang saat ini terus dijalankan. Seperti di kampung saya, ketika orang ingin memperbesar masjid dengan bangunan baru, maka saat tiang-tiang bangunan baru dibuat, masjid tetap di pakai, bagian-bagian bangunan secara perlahan diganti. Fungsi masjid menjadi tidak terganggu dan bangunan baru terus dibangun. Hingga pada saat bangunan baru sudah hampir selesai- sudah bisa melindungi dari hujan- maka baru bangunan lama di hancurkan.
Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar